18/08/10

Yang Tangguh Tak Mudah Mengeluh

Oleh Mukhamad Najib

Tahun ini adalah untuk yang ketiga kalinya saya berpuasa di negeri sakura. Tahun ini agak sedikit berbeda, karena puasa tahun ini bertepatan dengan musim panas, dimana siangnya bukan hanya lebih panas tapi juga lebih panjang dari di Indonesia. Teman-teman di ruangan saya kaget ketika saya menceritakan bahwa di dalam Islam, secara fisik puasa adalah menahan makan dan minum sejak sebelum matahari terbit hingga saat matahari akan terbenam. Seorang teman langsung menyahut "berat sekali jadi seorang muslim", yang seorang lagi bilang "minum aja ini, nanti bisa mati kamu kalau tidak makan tidak minum". Puasa tahun ini memang terasa lebih berat dibanding tahun-tahun sebelumnya, tapi saya yakin setiap orang yang sehat pasti bisa melakukan ibadah ini. Allah swt pasti tidak akan mewajibkan sesuatu yang manusia tidak mampu melakukannya. Kalau diperkirakan tidak seluruh manusia mampu melaksanakan suatu kewajiban, Allah swt pasti memberikan perintah bersyarat terhadap kewajiban tersebut. Misalnya perintah untuk menunaikan ibadah haji. Karena tidak semua orang bisa melakukannya, maka Allah memberikan pengecualian, yakni diwajibkan pergi haji bagi mereka yang mampu.

Meski awalnya perintah terhadap puasa bersifat umum kepada seluruh orang beriman,namun Allah memberi kelonggaran, yakni bagi mereka yang sedang bepergian atau orang-orang tua yang lemah atau mereka-mereka yang sakit. Namun kelonggaran ini tidak menggugurkan kewajiban berpuasa itu sendiri, karena mereka yang tidak mampu melaksanakannya diwajibkan membayar denda, yakni dengan mengganti puasanya diwaktu yang lain atau membayar fidyah.

Allah yang maha rahman selalu memberikan perintah memberikan beban sesuai dengan kemampuan kita. Begitu juga ketika Allah memberikan kita ujian atau cobaan,pasti hal itu sesuai dengan kemampuan kita. Namun persoalnnya adalah kita seringkali men"diskon" kemampuan kita sendiri. Yang seharusnya mampu, kita merasa tidak mampu. Perasaan tidak mampu kita itulah sesungguhnya yang menyebabkan kita tenggelam dalam ketidakmampuan yang sebenarnya.

Tidak sedikit kita menjumpai orang yang suka meremehkan dirinya sendiri, tidak mau memaksimalkan semua sumber daya yang Allah berikan kepadanya untuk menghadapi ujian dan tantangan yang Allah berikan. Inilah yang menyebabkan manusia suka sekali berkeluh kesah,suka sekali menggantungkan persoalan kepada orang lain, suka sekali memposisikan diri lebih kecil dari persoalan yang dihadapi, merasa kerdil berhadapan dengan masalah.

Hobi berkeluh kesah ini ternyata tidak melihat status, pangkat atau kedudukan seseorang. Lihat saja para pemimpin kita, tidak sedikit diantara mereka yang suka berkeluh kesah tak berdaya didera berbagai persoalan bangsa. Padahal saat kampanye mereka berkata seakan semuanya mudah dan mereka meyakinkan rakyat bahwa mereka bisa. Lihat saja masyarakat kelas menengah kita, tidak sedikit diantara mereka yang mudah menyerah kalah terhadap dinamika lingkungan yang memaksa mereka melakukan perubahan. Lihat saja rakyat kita, tidak sedikit diantara mereka yang mudah diadu domba atas nama kebebasan, atas nama agama atau atas nama apa saja yang bisa melegitimasi tindak kekerasan. Hal ini adalah refleksi dari akumulasi berbagai keluhan yang tak beroleh tanggapan.

Dalam kondisi seperti ini kita butuh orang-orang yang mampu meyakinkan bangsa ini bukan sekedar dengan retorika, tapi dengan tindakan-tindakan nyata. Kita butuh pemimpin yang bisa menyirami rakyat dengan cahaya yang menentramkan, cahaya yang memberi jawaban atas berbagai persoalan, cahaya yang melahirkan gairah untuk bangkit dan berjuang melawan segala keterbatasan.

Kebangkitan sebuah kelompok, kebangkitan sebuah bangsa, sangat ditentukan oleh kebangkitan pribadi yang berkumpul di dalamnya. Diera kebangkitan, kita membutuhkan manusia-manusia tangguh, manusia-manusia yang tidak gampang mengeluh ketika berhadapan dengan berbagai persoalan, manusia-manusia yang yakin akan kemampuan dirinya, manusia-manusia yang selalu berprasangka baik bahwa Allah pasti tidak akan memberi ujian yang diluar kemampuan manusia untuk menyelesaikannya.

Semoga kita bisa memaksimalkan romadhan ini untuk menggembleng diri kita agar menjadi manusia-manusia tangguh yang tidak gampang mengeluh. Karena memang perintah Allah jelas sekali "Dan bekerjalah kamu..." (QS. Attaubah:105), dan Allah sama sekali tidak memerintahkan kita dengan kata-kata "Dan mengeluhlah kamu..."
Baca Selengkapnya...

Biadab, Sipir Penjara Israel Paksa Tahanan Berjemur di Siang Terik Ramadhan

Pusat Studi tahanan Palestina menyatakan bahwa pihak administrasi penjara pendudukan Zionis Israel telah memaksa para tawanan Palestina keluar pada pukul 1 siang (waktu istirahat), tanpa memperhitungkan panas tinggi selama bulan suci Ramadhan, khususnya di penjara-penjara di gurun pasir Negef . Salah seorang tawanan bernama Tawfiq Abu Naim menyatakan bahwa para tahanan telah menuntut agar sipir penjara untuk menunda selama dua jam waktu istirahat diluar sel tahanan untuk memotong panas matahari, tetapi pihak administrasi penjara Israel menolak permintaan ini.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi tahanan Rafat Hamduna mengatakan bahwa pihak administrasi penjara pendudukan Israel telah melecehkan tahanan muslim, terutama dalam hal ibadah, seperti shalat Tarawih, dan mereka juga dipaksa untuk berdiri ketika saat membaca Alquran.

Dia menekankan bahwa harus ada solidaritas yang serius dari lembaga-lembaga HAM untuk menghentikan praktek-praktek tidak manusiawi yang dilakukan penjara Israel terhadap para tahanan Islam
Baca Selengkapnya...

17/08/10

Semerah Agustusan, Seputih Ramadhan

TERUS BERKIBAR DAN JUNJUKAN SEMANGAT JUANGMU
Bulan Agustus, bagi bangsa Indonesia terasa istimewa dibanding sebelas bulan lainnya karena setiap bulan ini tepatnya pada tanggal tujuh belas, seluruh bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Bulan Ramadhan, bagi kaum muslim sedunia adalah bulan yang sangat istimewa karena kesucian dan kemuliaannya. Selain diwajibkan berpuasa, segala amal ibadah yang dikerjakan di bulan ini akan diganjar dengan pahala yang berlipat ganda dibanding ibadah yang dikerjakan di bulan-bulan lainnya. Juga Allah membukakan pintu maghfiroh selebar-lebarnya bagi siapapun hambaNya yang bertaubat. Bagi kaum muslim Indonesia di manapun berada, bulan Agustus tahun ini terasa lebih istimewa karena berbarengan dengan bulan suci Ramadhan. Dua anugerah besar dari Allah SWT yang harus disyukuri, bukan saja melalui ucapan, tapi juga tindakan dan perbuatan.

Keistimewaan bulan Agustus tahun ini juga dirasakan oleh Aziz dan teman-teman remaja musholanya. Untuk pertama kalinya, Aziz dan teman-temannya dipercaya menjadi panitia peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia di lingkungan tempat tinggal mereka. Bukan sekedar membantu panitia yang biasanya terdiri dari bapak-bapak, tapi mereka benar-benar menjadi panitia intinya. Warga mempercayakan kepanitian ini kepada mereka karena gagasan mereka yang dianggap cemerlang, menggabungkan semangat Agustusan dengan kemuliaan Ramadhan.

Seperti peringatan hari kemerdekaan pada umumnya, warga di lingkungan tempat tinggal Aziz setiap tahunnya juga mengadakan berbagai lomba dan permainan untuk anak-anak, kaum ibu dan juga bapak. Tahun ini hampir saja tidak ada acara tujuh belasan karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Tak mungkin mengadakan lomba makan kerupuk, gigit duit dalam jeruk, panjat pinang dan lain-lainnya d di saat warga sedang menjalankan ibadah puasa. Hingga akhirnya muncul gagasan dari Aziz dan remaja mushola Baiturrohim untuk tetap mengadakan acara tujuh belasan namun dalam konsep yang berbeda, tetap menarik namun tidak mengurangi kemuliaan bulan Ramadhan.

Aziz beserta panitia tujuh belasannya telah menyusun berbagai acara yang akan mereka adakan tepat pada tanggal tujuh belas nanti. Tentu saja waktu dan acaranya tidak sama seperti acara tujuh belasan tahun-tahun sebelumnya. Pagi hari mereka akan mengajak warga untuk melakukan kerja bakti di mushola Baiturrohim. Target mereka adalah membersihkan mushola dan lingkungannya termasuk mencuci karpet-karpet yang panjang dan tebal. Acara kerja bakti ini akan dimulai setelah sholat Shubuh dan diharapkan sudah selesai sebelum matahari meninggi.

Sore harinya, bada’ sholat Ashar, rangkaian acara tujuh belasan kembali dilanjutkan. Berbagai perlombaan diadakan, diantaranya lomba membaca puisi, lomba hafalan surat-surat pendek, lomba hafalan doa harian untuk anak-anak, lomba memasak hidungan buka puasa untuk remaja putri dan ibu-ibu serta lomba ceramah kultum untuk remaja putra dan bapak-bapak. Sebagai puncak acara, Aziz dan teman-temannya akan mengajak warga buka puasa bersama secara gratis. Semua acara akan diadakan di tanah lapang milik salah satu warga. Pengumuman mengenai lomba tujuh belasan dan buka puasa bersama ini sudah ditempel di tempat-tempat strategis sejak awal bulan dan langsung mendapat sambutan positif dari warga. Beberapa warga langsung mendaftarkan diri dan keluarganya untuk mengikuti lomba yang diadakan karena tertarik dengan hadiah yang disediakan.

Seperti acara tujuh belasan tahun sebelumnya, acara peringatan tujuh belasan versi remaja mushola kali ini juga menyediakan hadiah yang menarik. Sarung, sajadah, mukena, baju koko, kerudung, aneka kue dan minuman khas lebaran telah mereka persiapkan. Satu yang tidak biasa adalah bahwa warga yang ikut dalam lomba tidak dipungut biaya satu rupiahpun. Semua hadiah disediakan oleh para dermawan yang bersedia mendanai acara mereka.

Inilah yang sebenarnya sudah lama ingin diperjuangkan Aziz dan remaja mushola. Mereka ingin mengadakan acara tujuh belasan yang bersih dari taruhan. Selama ini Azis dan teman-teman remaja musholanya merasa prihatin dengan perlombaan yang diadakan untuk memeriahkan acara tujuh belasan. Hanya untuk alasan kemeriahan dan hiburan, tak jarang para warga melakukan taruhan. Sekilas memang tidak terlihat bahwa mereka sedang melakukan taruhan, meraka hanya mendaftar dan mengumpulkan sejumlah uang yang nantinya akan dijadikan hadiah. Selanjutnya mereka mengikuti permainan atau perlombaan yang sekedarnya saja. Disinilah masyarakat sering tidak sadar bahwa sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah sebuah taruhan, hanya caranya saja yang berbeda. Sungguh, setan tak pernah kehabisan akal untuk menjerumuskan manusia untuk berbuat dosa.

Bagaimana dengan perayaan Agustusan di lingkungan anda? Segala perlombaan, permainan dan kemeriahan Agustusan barangkali patut untuk dilestarikan sebagai bentuk tradisi dan ekspresi kebahagiaan, namun harus disadari bahwa semua itu bukanlah sebuah kewajiban.

Jauh lebih utama adalah memperingati hari kemerdekaan sebagai sebuah anugerah besar yang telah Allah berikan. Juga jauh lebih penting bagaimana menjaga dan mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan untuk kemaslahatan bangsa, sebagai bentuk penghormatan terhadap pengorbanan harta, tenaga, jiwa dan raga para pejuang kemerdekaan.

Kemerdekaan adalah sebuah anugerah sekaligus amanah. Allah memberikan kemerdekaan kepada bangsa ini atas perjuangan yang panjang dan menyakitkan para pahlawan. Allah memberikan nikmat kemerdekaan hingga saat ini sebagai wujud nyata kemurahan Nya. Semakin kita syukuri maka Allah akan menambah kenikmatan lebih banyak lagi. Jangan ingkari nikmat merdeka, jangan hianati para pahlawan bangsa, jangan hancurkan bangsa ini dengan hawa nafsu pribadi dan golongan.

Bulan Agustus tahun ini berbarengan dengan bulan suci Ramadhan. Mari syukuri kemerdekaan dengan penuh keimanan. Mari kita teladani semangat para pahlawan, untuk kita berjuang menegakan agama Allah. Mari kita tiru semangat 45 para pejuang untuk semangat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Jangan hanya semangat untuk urusan dunia, untuk urusan akhiaratpun seharusnya kita lebih semangat. Untuk meraih kemerdekaan, diperlukan pengorbanan dan perjuangan yang keras. Untuk meraih kemerdekaan akhirat, diperlukan kesungguhan dan keikhlasan menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Dirgahayu negeriku, semoga Allah memberkahi bangsaku. Syukuri kemerdekaan sebagai sebuah anugerah, jaga dan isi dengan penuh keimanan sebagai sebuah amanah. Insya Allah. (sumber http://abisabila.multiply.com)
Baca Selengkapnya...

Puasa Itu Memang untuk Orang-Orang Beriman

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa“. (Al-Baqarah: 183)

Ramadhan adalah ” الشهر كله “, bulan segala kebaikan: bulan ampunan, bulan tarbiyah (pembinaan), bulan dzikir dan doa, bulan Al-Qur’an, bulan kesabaran, bulan dakwah dan jihad. Masih banyak lagi makna-makna lain bulan Ramadhan yang memberikan tambahan kebaikan dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan dunia dan akhirat kaum beriman. Seluruh kebaikan dan keutamaan itu, dalam bahasa Rasulullah, diistilahkan dengan ‘syahrun mubarak‘. Ini seperti yang tersebut dalam sebuah haditsnya, “Akan datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan mubarak. Allah mewajibkan di dalamnya berpuasa. Pada bulan itu dibukakan untuk kalian pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, setan-setan dibelenggu, serta pada salah satu malamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Barangsiapa yang terhalang untuk mendapatkan kebaikan di bulan itu, maka ia telah terhalang selamanya.” (Ahmad dan Nasa’i)

Mubarak dalam konteks Ramadhan artinya ‘ziyadatul khairat‘, bertambahnya pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi para pemburu kebaikan dan semakin sempitnya ruang dan peluang dosa dan kemaksiatan di sepanjang bulan tersebut. Sungguh satu kesempatan yang tiada duanya dalam setahun perjalanan kehidupan manusia.

Ayat di atas yang mengawali pembicaraan tentang puasa Ramadhan jika dicermati secara redaksional mengisyaratkan beberapa hal, di antaranya: pertama, hanya ayat puasa yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’. Sungguh bukti kedekatan dan sentuhan Allah terhadap hambaNya yang beriman dengan mewajibkan mereka berpuasa, tentu tidak lain adalah untuk meningkatkan derajat mereka menuju pribadi yang bertakwa ‘La’allakum tattaqun‘.

Ibnu Mas’ud ra merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’, “Jika kalian mendengar atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘hai orang-orang yang beriman‘, maka perhatikanlah dengan seksama; karena setelah seruan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah larang.” Keduanya, perintah dan larangan, diperuntukkan untuk kebaikan orang-orang yang beriman. Memang hanya orang yang beriman yang mampu berpuasa dengan baik dan benar.

Kedua, bentuk perintah puasa dalam ayat di atas merupakan bentuk perintah tidak langsung dengan redaksi yang pasif: ‘telah diwajibkan atas kalian berpuasa‘. Berbeda dengan perintah ibadah yang lainnya yang menggunakan perintah langsung, misalnya shalat dan zakat: ‘Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat‘. Demikian juga haji: ‘Dan sempurnakanlah haji dan umrah kalian karena Allah‘. Redaksi sedemikian ini memang untuk menguji sensitifitas orang-orang yang beriman bahwa bentuk perintah apapun dan dengan redaksi bagaimanapun pada prinsipnya merupakan sebuah perintah yang harus dijalankan dengan penuh rasa ‘iman‘ tanpa ada bantahan sedikitpun, kecuali pada tataran teknis aplikasinya.

Ketiga, motivasi utama dalam menjalankan perintah beribadah dari Allah sesungguhnya adalah atas dasar iman -lihat yang kalimat ‘Hai orang-orang yang beriman‘– bukan karena besar dan banyaknya pahala yang disediakan. Sebab, pahala itu rahasia dan hak prerogatif Allah yang tentunya sesuai dengan tingkat kesukaran dan kepayahan ibadah tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Pahala itu ditentukan oleh tingkat kesukaran dan kepayahan seseorang menjalankan ibadah tersebut.”

Dalam konteks ini, hadits yang seharusnya memotivasi orang yang beriman dalam berpuasa yang paling tinggi adalah karena balasan ampunan ‘maghfirah‘ yang disediakan oleh Allah swt. Bukan balasan yang sifatnya rinci seperti yang terjadi pada hadits-hadits lemah atau palsu seputar puasa, karena tidak ada yang lebih tinggi dari ampunan Allah baik dalam konteks shiyam (puasa) maupun qiyam (shalat malam) di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda tentang shiyam, “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharapkan ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (Muttafaqun Alaih). Dengan redaksi yang sama, Rasulullah bersabda juga tentang qiyam di bulan Ramadhan, “Barangsiapa yang shalat malam (qiyam) di bulan Ramadhan karena iman dan semata mengharapkan ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (Muttafaqun Alaih). Demikian juga doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah di bulan puasa adalah “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan mencintai maaf, maka maafkanlah aku.” Ampunan Allahlah yang menjadi kunci dan syarat utama seseorang dimasukkan ke dalam surga.

Yang juga menarik untuk ditadabburi adalah ibadah puasa merupakan ibadah kolektif para umat terdahulu sebelum Islam; ‘sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian‘. Hal ini menunjukkan bahwa secara historis, puasa merupakan sarana peningkatan kualitas iman seseorang di hadapan Allah yang telah berlangsung sekian lama dalam seluruh ajaran agama samawi-Nya. Puasalah yang telah mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan sisi kebaikan umat terdahulu yang kemudian dikekalkan syariat ini bagi umat akhir zaman. Prof. Mutawalli Sya’rawi menyimpulkan bahwa syariat puasa telah lama menjadi ‘rukun ta’abbudi‘ pondasi penghambaan kepada Allah dan merupakan instrumen utama dalam pembinaan umat terdahulu. Dalam bahasa Rasulullah saw. seperti termaktub dalam haditsnya, “Puasa adalah benteng. Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa pada hari tersebut, maka janganlah ia berkata kotor atau berbuat jahat. Jika ada seseorang yang mencaci atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan (dengan sadar): ‘Aku sedang berpuasa’.” (Bukhari Muslim)

Ungkapan ‘agar kalian menjadi orang yang bertakwa‘ pada petikan terakhir ayat pertama dari ayat puasa merupakan harapan sekaligus jaminan Allah bagi ‘orang-orang yang beriman‘ dalam seluruh aspek dan dimensinya secara totalitas. Sebab, mereka akan beralih meningkat menuju level berikutnya, yaitu pribadi yang muttaqin yang tiada balasan lain bagi mereka melainkan surga Allah tanpa ‘syarat‘ karena mereka telah berhasil melalui ujian-ujian perintah dan larangan ketika mereka berada pada level mukmin. Allah swt. berfirman tentang orang-orang yang bertakwa, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam surga dan kenikmatan.” (Ath-Thur: 17). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di taman-taman surga dan di mata air-mata air.” (Adz-Dzariyat: 15). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman dan mata air-mata air.” (Ad-Dukhan: 51-52)

Itulah hakikat kewajiban puasa yang tersebut pada ayat pertama dari ayatush shiyam: perintah puasa adalah ditujukan untuk orang yang beriman. Berpuasa hanya akan mampu dijalankan dengan baik dan benar oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Motivasi menjalankan amaliah Ramadhan juga karena iman. Orang-orang beriman yang sukses akan diangkat oleh Allah menuju derajat yang paling tinggi di hadapan-Nya, yaitu muttaqin. Semoga kita termasuk yang akan mendapatkan predikat muttaqin setelah sukses menjalankan ibadah Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisaban.
Baca Selengkapnya...

Sebaik-Baik Manusia

Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai mamfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai mamfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah manusia haram? Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.

Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya. Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.

Orang yang sunah, keberadaannya bermamfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.

Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga membawa mudharat.

Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah. Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.

Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat mamfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?

Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya mamfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?
Baca Selengkapnya...

AGAR RAMADHAN PENUH RAHMAT, BERKAH, DAN BERMAKNA

Tak terasa hampir seminggu lagi kita memasuki bulan suci Ramadhan. Banyak hikmah yang bisa kita petik di bulan suci dan mulia ini, yang semuanya mengarah pada peningkatan makna kehidupan, peningkatan nilai diri, maqam spiritual, dan pembeningan jiwa dan nurani.

Kewajiban puasa ini bukan sesuatu yang baru dalam tradisi keagamaan manusia. Puasa telah Allah wajibkan kepada kaum beragama sebelum datangnya Nabi Muhammad Saw. Ini jelas terlihat dalam firman Allah berikut, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah:183) Ayat ini menegaskan tujuan final dari disyariatkannya puasa, yakni
tergapainya takwa. Namun, perlu diingat bahwa ketakwaan yang Allah janjikan itu bukanlah sesuatu yang gratis dan cuma-cuma diberikan kepada siapa saja yang berpuasa. Manusia-manusia takwa yang akan lahir dari "rahim" Ramadhan adalah mereka yang lulus dalam ujian-ujian yang berlangsung pada bulan diklat itu.

Tak heran kiranya jika Rasulullah bersabda, "Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkn apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus" (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah). Mereka yang berpuasa, namun tidak melakukan pengendapan makna spiritual puasa, akan kehilangan kesempatan untuk meraih kandungan hakiki puasa itu.

Lalu apa yang mesti kita lakukan? Beberapa hal berikut ini mungkin akan bisa membantu menjadikan puasa kita penuh rahmah, berkah, dan bermakna:

Pertama, mempersiapkan persepsi yang benar tentang Ramadhan.

Bergairah dan tidaknya seseorang melakukan pekerjaan dan aktivitas, sangat korelatif dengan sejauh mana persepsi yang dia miliki tentang pekerjaan itu. Hal ini juga bisa menimpa kita, saat kita tidak memiliki persepsi yang bernar tentang puasa.

Oleh karena itulah, setiap kali Ramadhan menjelang Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya untuk memberikan persepsi yang benar tentang Ramadhan itu. Rasulullah bersabda,
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan. Allah mengunjungimu
pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan
doa. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakan kalian pada para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari kalian. Karena orang yang sengsara adalah orang yang tidak mendapat rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath-Thabrani) .

Ini Rasulullah sampaikan agar para sahabat - dan tentu saja kita semua -
bersiap-siap menyambut kedatangan bulan suci ini dengan hati berbunga.
Maka menurut Rasulullah, sungguh tidak beruntung manusia yang melewatkan Ramadhan ini dengan sia-sia. Berlalu tanpa kenangan dan tanpa makna apa-apa.

Persepsi yang benar akan mendorong kita untuk tidak terjebak dalam
kesia-siaan di bulan Ramadhan. Saat kita tahu bahwa Ramadhan bulan ampunan, maka kita akan meminta ampunan pada Sang Maha Pengampun. Jika kita tahu bulan ini bertabur rahmat, kita akan berlomba dengan antusias untuk menggapainya. Jika pintu surga dibuka, kita akan berlari kencang untuk memasukinya. Jika pintu neraka ditutup kita tidak akan mau mendekatinya sehingga dia akan menganga.

Kedua, membekali diri dengan ilmu yang cukup dan memadai.

Untuk memasuki puasa, kita harus memiliki ilmu yang cukup tentang puasa itu. Tentang rukun yang wajib kita lakukan, syarat-syaratnya, hal yang boleh dan membatalkan, dan apa saja yang dianjurkan.

Pengetahuan yang memadai tentang puasa ini akan senantiasa menjadi panduan pada saat kita puasa. Ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan kita untuk meningkatkan kwalitas ketakwaan kita serta akan mampu melahirkan puasa yang berbobot dan berisi. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan,

"Barang siapa yang puasa Ramadhan dan mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka itu akan menjadi pelebur dosa yang dilakukan sebelumnya." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).

Agar puasa kita bertabur rahmat, penuh berkah, dan bermakna, sejak awal kita harus siap mengisi puasa dari dimensi lahir dan batinnya. Puasa merupakan "sekolah moralitas dan etika", tempat berlatih orang-orang mukmin. Latihan bertarung membekap hawa nafsunya, berlatih memompa kesabarannya, berlatih mengokohkan sikap amanah. Berlatih meningkatkan semangat baja dan kemauan.

Berlatih menjernihkan otak dan akal pikiran.

Puasa akan melahirkan pandangan yang tajam. Sebab, perut yang selalu penuh makanan akan mematikan pikiran, meluberkan hikmah, dan meloyokan anggota badan.

Puasa melatih kaum muslimin untuk disiplin dan tepat waktu, melahirkan
perasaan kesatuan kaum muslimin, menumbuhkan rasa kasing sayang,
solidaritas, simpati, dan empati terhadap sesama.

Tak kalah pentingnya yang harus kita tekankan dalam puasa adalah dimensi batinnya. Dimana kita mampu menjadikan anggota badan kita puasa untuk tidak melakukan hal-hal yang Allah murkai.

Dimensi ini akan dicapai, kala mata kita puasa untuk tidak melihat hal-hal
yang haram, telinga tidak untuk menguping hal-hal yang melalaikan kita dari Allah, mulut kita puasa untuk tidak mengatakan perkataan dusta dan sia-sia. Kaki kita tidak melangkah ke tempat-tempat bertabur maksiat dan kekejian,tangan kita tidak pernah menyentuh harta haram.

Pikiran kita bersih dari sesuatu yang menggelapkan hati. Dalam pikiran dan hati tidak bersarang ketakaburan, kedengkian, kebencian pada sesama, angkara, rakus dan tamak serta keangkuhan.

Sahabat Rasulullah, Jabir bin Abdullah berkata, "Jika kamu berpuasa, maka hendaknya puasa pula pendengar dan lisanmu dari dusta dan sosa-dosa. Tinggalkanlah menyakiti tetangga dan hendaknya kamu bersikap tenang pada hari kamu berpuasa. Jangan pula kamu jadikan hari berbukamu (saat tidak berpuasa) sama dengan hari kamu berpuasa."

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan dia mengamalkannya maka Allah tidak menghajatkan dari orang itu untuk tidak makan dan tidak
minum." (HR. Bukhari dan Ahmad dan lainnya)

Mari kita jadikan puasa ini sebagai langkah awal untuk membangun gugusan amal ke depan.
Baca Selengkapnya...

03/06/10

Bundaran HI Ramai Demo Kutuk Israel

Kamis, 03/06/2010 09:59 WIB
Tragedi Freedom Flotilla
Bundaran HI Ramai Demo Kutuk Israel

Jakarta - Aksi mengutuk tindakan Israel yang menyerang kapal relawan kemanusiaan terus dilakukan. Bundaran HI kembali menjadi pusat aksi mengecam itu.
Aksi dilakukan 100 orang dari Persatuan Umat Islam (PUI) yang di ikuti oleh DPP Pemuda PUI, Himpunan Mahasiswa (HIMA PUI), Himpunan Pelajar (HIJAR PUI). Mereka mengelilingi Bundaran HI, Jl Thamrin, Kamis (3/6/2010) pukul 09.45 WIB dengan menabuh drum dan membawa bendera Palestina.

Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan 'Kami Pernah Mengalahkan Penjajah', 'Kami Tunggu Israel di Indonesia', Israel = Teroris', dan 'Israel Go To Hell'.

Mereka mengadakan doa bersama untuk keselamatan rakyat Palestina dan relawan.

Koordinator aksi, Kana Kurniawan, mendesak PBB memberikan tindakan tegas bagi pemerintahan Israel.

"Kami meminta PBB menyeret PM Israel Benjamin Netanyahu ke pengadilan internasional," teriak Kana.

Aksi tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas. Sekitar 4 polisi berjaga-jaga di sekitar lokasi. By; Muhammad Taufiqqurahman - detikNews
Baca Selengkapnya...